Cari Blog Ini

Rabu, 15 September 2010

‘jenis usaha dgn modal kecil’

Posts Tagged ‘jenis usaha dgn modal kecil’

Tendangan Kue ‘Bola’, Melambungkan Laba

4
http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=7574e37143ee6a7a28998977d0ce4c3f&jenis=e4da3b7fbbce2345d7772b0674a318d5

Hari beranjak sore saat seorang karyawan dengan seragam merah-kuning sibuk membuat adonan makanan. Sebuah both atau outlet berisi kompor dan piranti masak bernuansa warna sama berdenting ketika adonan mulai di aduk.

“Sudah pernah merasakan rasanya ditendang kue?,” sapa seorang wanita yang tiba-tiba muncul dari dalam ruangan kepada Surabaya Post. Kemudian, dia langsung mengambil alih proses memasak dan mulai mempermainkan adonan di atas penggorengan.

Christine Wu, begitu nama lengkap wanita tersebut, adalah pendiri sekaligus pencetus ide usaha yang diberinya nama CupBol. Meski usaha ini mulai menjamur di seluruh nusantara, tapi dia menolak bila CupBol disebut franchise atau waralaba. Menurutnya, usaha ini lebih tepat dinamakan program kemitraan, karena dia tidak menarik royalti/franchise fee.

“Sejak awal saya mendirikan CupBol juga berbekal dari bermitra dengan seorang teman saya yang suka masak. Marlina Sofia namanya. Ditambah suami saya, kami bertiga bersepakat untuk berusaha bersama dalam bendera CupBol,” ujarnya.

Christine mengenal sosok Marlina sebagai figur yang punya bakat besar di bidang kuliner. Hanya saja saat itu, rekannya tersebut masih menjadi pebisnis di sektor usaha kecil menengah (UKM) dengan mengandalkan pesanan pelanggan saja. “Kami dipertemukan di komunitas UKM Jatim saat itu. Waktu itu saya lihat potensinya terlalu besar jika hanya untuk menunggu pesanan datang setiap harinya,” jelas istri dari Wuryanano ini.

Christine lalu mengajak Marlina untuk mengolah kemampuannya di bidang kuliner, menjadi sebuah peluang bisnis yang menjanjikan. Dengan modal awal Rp 6 juta, mereka mulai bereksperimen membuat jajan kecil yang bisa dijadikan senjata mendatangkan laba. “Waktu itu terus terang saya penasaran dengan fanatisme masayarakat terhadap bola. Karena itu, saya ingin produk saya ini nantinya diminati, layaknya orang suka terhadap bola,” jelasnya. Dari pemikiran tersebut, akhirnya duet ini juga menemukan adonan khusus dalam bentuk akhir kue bulat menyerupai bola.

Namun, jalan buntu sempat ditemui saat mau memasarkan produk itu.Selama enam bulan lebih, Christine harus nekad mengikuti berbagai pameran kuliner dan waralaba. “Kami terus beruji coba. Tiap ada pameran kuliner atau franchise kami nekad ikut. Bukan dalam rangka jualan. Target kami saat itu hanya ingin tahu respon pasar terhadap produk kami. Apa saja saran dan kritik untuk membuatnya lebih besar,” tuturnya.

Dari rangkaian proses itu, dia sempat direpotkan dengan hasil akhir cemilan buatannya yang tidak bisa sepenuhnya bulat. “Saat pertama matang bisa bulat kayak bola. Tapi beberapa saat bentuknya langsung turun. Jadi kayak gembos,” urainya.

Selain itu, dari proses uji coba di lapangan juga ditemukan evaluasi bahwa adonan isinya terlalu standar untuk bisa bertarung memenangkan hati pasar. Langkah pembenahan terus dilakukan, sampai akhirnya 1 Januari 2010 lalu produk CupBol resmi diluncurkan ke pasaran. Jargon ‘Sensasi Ditendang Kue’, dijadikan ikon andalan untuk menggaet konsumen termasuk mitra kerja. “Baru sejak saat itu kami berani tawarkan konsep usaha kami ini ke masyarakat dengan sistem kemitraan. Syukurlah, hingga saat ini kami sudah punya 30 outlet di Indonesia,” tukas wanita asli Surabaya ini.

Mengenai sisitem promosi, Christine dibantu sepenuhnya oleh suami yang dikenal sebagai motivator, coach bisnis dan pelatih enterprenurship. “Pak Nano juga yang mengajari saya pentingnya menjaga jaringan bisnis. Saya sangat sadar bahwa jaringanlah inti dari bisnis ini. Mau produk saya kerennya seperti apa pun tapi kalau jaringannya buruk, percuma saja,” tegas wanita yang juga menjabat sebagai Public Relation Manager di lembaga Swastika Prima.

Dalam rangka menjaga jaringan tersebut, Christine juga tidak segan untuk turun langsung mendampingi mitra usahanya bila terjadi kendala penjualan di lapangan. Menurut pengakuan Christine, minimal untuk satu both mitra usahanya dapat menjual 50 pax perhari dengan biaya bahan baku sekitar Rp 175.000. Dalam hitungan kasar, dengan harga jual Rp 6.000 per pax, maka setidaknya omzet per hari mencapai Rp 300.000 untuk penjualan 50 pax. “Berarti paling tidak mitra dapat keuntungan sekitar Rp 125.000 per hari. Berarti kalikan saja berapa untungnya dalam satu bulan. Saya pikir itu cukup menjanjikan,” papar wanita yang juga memiliki spa ini.

Surabaya Post, Senin, 19 April 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar